Kamis, 21 Agustus 2008

UU KEWARGANEGARAAN RI NO 12 TAHUN 2006
ADALAH UNDANG - UNDANG YANG REVOLUSIONER


Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan No 12 Tahun 2006 merupakan produk UU yang sangat revolusioner, karena UU Kewarganegaraan lama dinilai sangat diskriminatif.

Pada UU Kewarganegaraan yang lama, seseorang akan dilihat berdasarkan garis keturunannya sedangkan UU baru kewarganegaraan dilihat dari persfektif hukum. Misalnya, Si A atau si B bisa menjadi warga negara RI karena ia secara hukum dinyatakan sah sebagai warga negara RI
Menurut ketentuan UU Kewarganegaraan, orang-orang yang berhak menjadi warga negara adalah :

Pertama, Anak yang terlahir dari bapak dan ibu Warga Negara Indonesia. Kedua. Anak yang lahir dari perkawinan campuran.

Perubahan UU Kewarganegaraan ini memberikan kemudahan bagi warga negera atas status kewarganegaraannya. Khusus untuk anak hasil perkawinan campuran, UU lama mengatakan kalau ayahnya WNA dan Ibunya WNI maka anak otomatis ikut kewarganegaraan ayahnya. Maka banyak persoalan muncul ketika badai rumah tangga datang bapak berpisah dengan ibu maka anak harus dua pilihan, meninggalkan ibunya di Indonesia, kemudian ikut bapaknya ke negeri asal atau ikut ibunya dengan konsekwensi setiap tahun harus mendaftarkan diri dan membayar biaya untuk mendapatkan Kartu Ijin Tinggal Sementara.

Sedangkan dalam UU Kewarganegaraan yang baru mengatakan, anak yang lahir dari hasil perkawinan campuran ayah WNA dan ibu WNI maka anak yang lahir secara otomatis menjadi Warga Negara Indonesia dan disaat yang sama anak tersebut juga memiliki kewarganegaraan ayahnya, atau dapat disebut anak tersebut memiliki dwi kewarganegaraan. Status tersebut disandang sampai yang bersangkutan berusia 18 tahun sehingga dapat memilih satu kewarganegaraan yang diinginkan. Jika anak telah berusia mencapai 18 tahun maka yang bersangkutan akan ditanya apakah mau menjadi warga negara RI atau ikut kewarganegaraan ayahnya. Ini dua perubahan besar dari UU Kewarganegaraan tersebut.

Kedua dulu perempuan yang kawin dengan orang asing maka harus ikut kewarganegaraan suaminya, sekarang isteri dapat menjadi sponsor suaminya untuk menjadi WNI.

Ketiga dalam UU, warga lama kita tidak mengenal double indentity, maka banyak kejadian anak yang lahir dari pasangan ibu dan bapak WNI tetapi lahir di negara yang menganut Bipoli seperti USA maka otomatis anak tersebut menjadi warga Amerika.

Sekarang UU baru mengatakan, anak yang lahir dari ayah dan ibu WNI di negara yang menganut trisoli maka anak tsb bisa menjadi warga negara dimana ia lahir dan disaat yang bersamaan juga dapat menjadi Warga Negara Indonesia. Sampai berusia 18 tahun barulah mereka memilih satu pilihan satu warga negara.

Kempat UU baru kita menyatakan anak yang baru lahir dalam wilayah RI yang tidak ketahuan identitas orangtuanya pun otomatis menjadi WNI.
Atau identitas orang tuanya diketahui tetapi kewarganegaraannya tidak ada (stateless) maka juga otomatis menjadi WNI. Berikutnya semua WNA yang membawa keharuman bangsa maka bisa menjadi WNI tanpa melalui proses naturalisasi.

Kelima (kasus 579 orang eks Mahasiswa Ikatan Dinas (eks Mahid) jaman Orde Lama) yang dikirim saat itu yang tersebar di seluruh negara Eropa, tidak diakui kewarganegaraannya dan kesulitan dalam pengurusan paspor hingga sampai sekarang belum dapat kembali ke tanah air Indonesia.

Hal tersebut terjadi juga pada mahasiswa Indonesia yang dikirim ke Cuba dan belum pernah kembali sampai saat ini. UU yang baru membuka peluang bahwa WNI yang ada di luar negeri dan tidak pernah melaporkan diri selama 5 tahun maka diberi waktu untuk menjadi WNI tanpa proses naturalisasi selama 3 tahun.

Keenam dalam pelaksanaannya, tentu memerlukan sosialisasi baik bagi aparat pelaksana di lapangan maupun bagi calon pemohon maupun dalam kehidupan sosial lainnya seperti pengurusan / pemanfaatan paspor dan kartu tanda penduduk, yang masih mempermasalahkan Surat bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia yang ujung-ujungya adalah sumbangan sosial tanpa tanda terima. (Dasar hukum SBKRI adalah Undang-Undang no. 62 tahun 1958 tentang "Kewarga-negaraan Republik Indonesia" yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman G.A. Maengkom dan disahkan oleh Presiden Soekarno).

Dalam prakteknya berdasarkan pengalaman penulis yang pernah lama tinggal di suatu Negara di Eropa terjadi hal yang menarik, yaitu Paspor Indonesia ditolak dan justru SKBRI dinyatakan syah sebagai Paspor oleh pejabat imigrasi setempat dalam memperpanjang ijinntinggal dinegara tsb.

Hal lain yang sangat mengganggu adalah dengan berlakunya UU baru, yang sangat revolusioner tsb tidak menyelesaikan permasalahan secara mendasar dan holistik, karena perjalanan hidup korban / yang terkat dan atau dikait- kaitkan dengan kebijakan tsb khususnya masalah Kelima dan Keenam, yaitu kompensasi apa yang mereka dapat peroleh akibat tidak bisa mengakses kehidupan normalnya , juga terkait masalah UUD (ujung-ujungnya duit) padahal esensi kewarganegaraan adalah administrasi negara yang terkait dengan lahir, aktivitas selama hidup dan meninggal.

Suatu pekerjaan yang panjang bagi semua yang mencintai Indonesia secara all out.

Kronologis Kewarganegaraan Republik Indonesia:
1946 - Indonesia pada tahun 1946 telah jelas mengundangkan bahwa Indonesia menganut azas [[ius soli]. Siapa saja yang lahir di Indonesia adalah warga negara Indonesia. Dengan demikian, secara otomatis, orang Tionghoa yang ada di Indonesia sejak Proklamasi 1945 adalah WNI suku Tionghoa.

1949 - Belanda mengharuskan Indonesia mendasarkan peraturan kewarganegaraannya ke zaman kolonial bila ingin mendapat pengakuan kedaulatan dari Belanda. Orang Tionghoa di Indonesia kembali diharuskan memilih ingin jadi WNI atau tidak.

1955
- Perjanjian Dwi Kewarganegaraan antara RRC dan Indonesia ditandatangani. Karena ada klaim dari Mao Zedong bahwa RRC menganut azas ius sanguinis, siapa yang lahir membawa marga Tionghoa (keturunan dari laki-laki Tionghoa) maka ia otomatis menjadi warga negara Tiongkok. (Hal ini merupakan alasan politik untuk menggalang dukungan dari kalangan Tionghoa perantauan seperti yang dilakukan oleh ROC Taiwan (nasionalis).

Pada KAA di Bandung, Zhou Enlai menyatakan bahwa keturunan Tionghoa di Indonesia berutang kesetiaan pada negara leluhur. Mao di satu pihak meluncurkan kebijakan ini, namun di lain pihak merasa keturunan Tionghoa di luar negeri adalah masih memihak kepada ROC yang nasionalis.

1958 - Perjanjian dituangkan dalam Undang –Undang , menegaskan bahwa orang Tionghoa di Indonesia kembali diperbolehkan memilih kewarganegaraan Tiongkok atau Indonesia. Batas waktu pemilihan sampai pada tahun 1962. Yang memilih menjadi WNI tunggal harus menyatakan diri melepaskan kewarganegaraan Tiongkok.

1969 - Perjanjian Dwi Kewarganegaraan dibatalkan. Yang memegang surat pernyataan Dwi Kewarganegaraan menjadi stateless (tidak memiliki kewarganegaraan) bila tidak menyatakan keinginan menjadi WNI.

1978 - Peraturan Menteri Kehakiman mewajibkan SBKRI bagi warga Tionghoa.

1983 - Keputusan Menteri Kehakiman , menegaskan bahwa SBKRI hanya wajib bagi mereka yang mengambil surat pernyataan Dwi Kewarganegaraan lalu menyatakan keinginan menjadi WNI. Jadi bagi WNI tunggal dan keturunannya (yang telah menyatakan menjadi WNI tunggal sebelum tahun 1962 dan yang keturunan mereka, serta semua orang Tionghoa yang lahir setelah tahun 1962) tidak diperlukan SBKRI.

1992 - Keputusan Menteri Kehakiman , menegaskan bahwa anak2 keturunan dari orang Tionghoa pemegang SBKRI cukup menyertakan SBKRI orang tua sebagai bukti mereka adalah WNI.

1996 - Penyertaan SBKRI tidak diberlakukan lagi atas Keputusan Presiden. Namun tidak banyak yang tahu karena kurangnya sosialisasi.

1999 - Keputusan Presiden tahun 1996 itu diperkuat sekali lagi dengan Instruksi Presiden tahun 1999.

PERKEMBANGAN TERAKHIR
1. Pada tanggal 8 Juli 1996, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 56 Tahun 1996 tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia.

a. Di pasal 4 butir 2 berbunyi, "Bagi warga negara Republik Indoensia yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Kartu Keluarga (KK), atau Akte Kelahiran, pemenuhan kebutuhan persyaratan untuk kepentingan tertentu tersebut cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk, atau Kartu Keluarga (KK), atau Akte Kelahiran tersebut."

b. Sedangkan pasal 5 berbunyi, "Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka segala peraturan perundang-undangan yang untuk kepentingan tertentu mempersyaratkan SBKRI, dinyatakan tidak berlaku lagi."

2. Pada 1999, dikeluarkan Instruksi Presiden No 4/1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No 56/1996 yang menginstruksikan tidak berlakunya SBKRI bagi etnis Tionghoa yang sudah menjadi WNI.

Namun sebenarnya, praktek persyaratan SBKRI masih tetap ada di lingkungan birokrasi pemerintahan karena kurangnya sosialisasi pemberlakuan Keppres yang baru ini dan juga karena lemahnya sistem hukum Indonesia yang menyebabkan peraturan perundang-undangan dapat begitu saja diabaikan.

3. Undang-Undang No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

4. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No M.01-HL.03.01 Tahun 2006

5. Formulir Pendaftaran WNI (dari Kedutaan RI di Kanada). sebagai acuan format form yang harus diisi oleh calon WNI

SKBRI
Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia atau biasa disingkat SBKRI adalah kartu identitas yang menyatakan bahwa pemiliknya adalah warganegara Republik Indonesia. Walaupun demikian, SBKRI hanya diberikan kepada warganegara Indonesia keturunan, terutama keturunan Tionghoa. Kepemilikan SBKRI adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk mengurus berbagai keperluan, seperti kartu tanda penduduk (KTP), memasuki dunia pendidikan, permohonan paspor, pendaftaran Pemilihan Umum, sampai menikah dan meninggal dunia dan lain-lain. Hal ini dianggap oleh banyak pihak sebagai perlakuan diskriminatif dan sejak Orde Reformasi telah dihapuskan, walaupun dalam praktiknya masih diterapkan di berbagai daerah.

Dasar hukum SBKRI adalah Undang-Undang no. 62 tahun 1958 tentang "Kewarga-negaraan Republik Indonesia" yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman G.A. Maengkom dan disahkan oleh Presiden Soekarno.

Salah satu alasan utama yang selalu dikemukakan adalah bahwa kebijakan SBKRI merupakan konsekuensi dari klaim politik pemerintahan Mao Zedong bahwa semua orang Tionghoa di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah warga negara Republik Rakyat Cina karena asas ius sanguinis (keturunan darah). Kebijaksanaan itu kemudian ditindaklanjuti dengan Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan RI-RRT antara Chou En Lai dan Mr. Soenario pada 1955.

Dalam Pasal 12 Bab II Peraturan Pemerintah No 20/1959 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok disebutkan bahwa ada berbagai kelompok WNI yang dikelompokkan sebagai WNI tunggal atau mereka yang tidak diperkenankan untuk memilih kewarganegaraan RI-RRT dan tetap menjadi WNI, yaitu untuk mereka yang berstatus misalnya tentara, veteran, pegawai pemerintah, yang pernah membela nama Republik Indonesia di dunia internasional, petani atau bahkan secara implisit mereka yang sudah pernah ikut Pemilu 1955. Tapi peraturan ini tidak dilaksanakan dan tetap saja perjanjian dwikewarganegaraan dengan kewajiban memilih kewarganegaraan RI atau RRT diterapkan kepada mereka.

Perjanjian Dwikewarganegaraan RI-RRT ini yang dituangkan dalam UU No 2/1958 pada tanggal 11 Januari 1958 dan diimplementasikan dengan PP No 20/1959 dengan masa opsi 20 Januari 1960 hingga 20 Januari 1962, sudah menyelesaikan permasalahan dwikewarganegaraan RI-RRT. Dengan demikian, setelah perjanjian dwikewarganegaraan tersebut dibatalkan pada 10 April 1969 dengan UU No 4/1969, permasalahan status WNI Tionghoa sudah terselesaikan dan anak-anak WNI Tionghoa yang lahir setelah tanggal 20 Januari 1962 sudah menjadi WNI tunggal, yang setelah dewasa tidak diperbolehkan lagi untuk memilih kewarganegaraan lain-selain kewarganegaraan Indonesia (Penjelasan Umum UU No 4/1969) dan tidak perlu lagi membuktikan kewarganegaraan dengan SBKRI.

PROSEDUR BAKU SESUAI DENGAN

• UU No 12 Tahun 2006
• Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.01-HL.03.01 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pendaftaran memperoleh Kewarganegaraan RI Berdasarkan Pasal 41 dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI berdasarkan Pasal 42 UU NO. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI

I. UU. NO. 12 TAHUN 2006, PERATURAN PELAKSANAANNYA

1. Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI

2. Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.01-HL.03.01 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pendaftaran memperoleh Kewarganegaraan RI Berdasarkan Pasal 41 dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI berdasarkan Pasal 42 UU NO. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI

II. TATA CARA PENDAFTARAN ANAK UNTUK MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN RI

a) Anak-anak yang lahir setelah tanggal 1 Agustus 2006 atau setelah UU/12/2006 diundangkan, otomatis dapat menjadi NI dan kepada mereka dapat diberikan paspor Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila pemberian kewarganegaraan ini menyebabkan kewarganegaraan ganda, maka anak setelah usia 18 tahun atau telah kawin harus menyatakan pilihan kewarganegaraannya.

b) Anak-anak yang lahir sebelum tanggal 1 Agustus 2006 atau sebelum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 diundangkan, belum berusia 18 tahun atau belum kawin dapat melakukan pendaftaraan untuk memperoleh Kewarganegaraan Indonesia.

c) Anak tersebut dibawah ini adalah subjek pendaftaran anak untuk memperoleh kewarganegaraanRI, yaitu:

• Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu Warga Negara Asing.

• Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia.

• Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin.

• Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.

• Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing.

• Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh Warga Negara Asing berdasarkan penetapanpengadilan.

d)Pendaftaran untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak dilakukan oleh salah seorang dari orang tua atau walinya dengan mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai.

e) Dokumen yang harus dilampirkan adalah:

• Fotokopi kutipan akte kelahiran anak yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia.

• Surat pernyataan dari orang tua atau wali bahwa anak belum kawin. (Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM Nomor M-81LH1.03.01 Tahun 2007 mengenai perubahan pasal 4 ayat (2) butir b, surat pernyataan berlaku hanya untuk anak yang sudah berusia 16 (enam belas) tahun).

• Fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor orang tua anak yang masih berlaku yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia.

• Pas foto anak terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 6 (enam) lembar.

• Bagi anak yang lahir dari perkawinan yang sah harus melampirkan fotokopi kutipan akte perkawinan/buku nikah atau kutipan akte perceraian/surat talak/perceraian atau keterangan/kutipan akte kematian salah seorang dari orang tua anak yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia.

• Bagi anak yang diakui atau yang diangkat harus melampirkan fotokopi kutipan akte pengakuan atau penetapan pengadilan tentang pengangkatan anak yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia.

• Bagi anak yang sudah berusia 17 tahun dan bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia harus melampirkan fotokopi kartu tanda penduduk Warga Negara Asing yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang.

• Bagi anak yang belum wajib memiliki kartu tanda pen-duduk yang bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia melampirkan fotokopi kartu keluarga orang tua yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang.

f) Biaya pendaftaran untuk memperoleh Kewarganegaraan sebesar US $55.
-Pembayaran dilakukan dengan Money Order/Cashier Cheque.
-Cheque ditujukan ke (Payable to): Indonesian Consulate General.
-Konsulat tidak menerima Cek Pribadi (Personal Cheque).

g) Permohonan pendaftaran anak sebagaimana dimaksud hanya dapat diproses apabila telah diajukan secara lengkap kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambatpadatanggal1Agustus2010.

III. FORMULIR
Formulir Permohonan Pendaftaran Anak untuk memperoleh Kewarganegaraan RI., anda dapat melihat di internet dengan memasukkan entry "Form permohonan menjadi WNI" pada yahoo atau google search maschine.


dimana formulir diatas merupakan lampiran dari Peraturan Menteri KUM & HAM no M.01-HL.03.01 Tahun 2006

catatan:
1. Kasus pertama, kedua dan ketiga dinyatakan kepada penulis akibat UU Kewarganegaraan yang lama saat pertemuan keluarga – keluarga di Paris dan Muenchen.
2. Kasus keempat disampaikan kepada penulis saat pertemuan keluarga di Muenchen dan Budapest.
3. Kasus keempat dan kelima disampaikan kepada penulis saat pertemuan khusus mengenai pemulangan para korban politik orba di luar kota Budapest.
4. Kasus keenam disampaikan kepada penulis oleh mahasiswa – mahasiswa keturunan saat pertemuan dan acara international night berkaitan dengan HUT Kemerdekaan RI
5. Bahan tulisan ini diambil dari berbagai sumber.



LAW OFFICE
DR CHANDRA MOTIK YUSUF & ASSOCIATES



DR Hj Chandra Motik Yusuf SH, MSc

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Slot Grup - Casino Site
The slot Grup is a new innovative casino slot developed by Grup. According to their website, the casino uses the latest technology from the Software: Pragmatic Play, Microgaming, Play'n GO, Stake.co.uk Rating: 4.9 · ‎Review by Lucky luckyclub Club